Indonesia saat ini tumbuh sebagai sebuah negara yang berkembang pesat, bahkan OECD meramalkan tahun 2045 ekonomi Indonesia akan menjadi terbesar ke-4 di dunia. Alasannya cukup sedehana, yakni bonus demografi. Jumlah penduduk Indonesia usia produktif akan mencapai 64 persen dari total penduduk sekitar 297 juta jiwa. Indonesia akan memiliki potensi antara lain salah satu pasar terbesar di dunia, kualitas SDM yang menguasai teknologi, inovatif, dan produktif; serta kemampuan mentransformasikan ekonominya. Itupun jika Indonesia mampu mengkapitalisasikannya. Sebaliknya akan menjadi “bencana demografi” apabila kualitas manusia Indonesia tidak disiapkan dengan baik.
Disisi lain pertumbuhan dan perkembangan infrastruktur serta pembangunan selama ini cenderung berpusat di Pulau Jawa (Jakarta Centris) bukan Indonesia Centris. Bahkan Sumatera yang masuk wilayah Barat sekalipun masih banyak yang tertinggal jauh dari Pulau Jawa, apalagi wilayah Tengah dan wilayah Timur Indonesia. Pemerataan kualitas SDM dan pertumbuhan perekonomian Indonesia akan sangat dipengaruhi pada pemerataan dan kualitas infrastruktur.
Potensi tersebut harus diwujudkan antara lain dengan meningkatkan nasionalisme, kualitas SDM, membangun infrastruktur, dan transformasi ekonomi. Di samping itu, seluruh komponen bangsa (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dunia usaha, lembaga pendidikan dan masyarakat) harus bersinergi dan berkomitmen untuk menjadikan Indonesia Maju.
Proposal Perubahan berupa gagasan Indonesia 2024 yang ditawarkan Isran Noor (Mr.70%) terkait pemerataan pembangunan yang Indonesia Centris (berkeadilan) dan kesejahteraan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Meraoke dan dari Miangas hingga Pulau Rote merupakan gagasan untuk "menjaga dan merawat NKRI" menuai pro-kontra. Pertanyaan mendasarnya adalah mungkinkah hal tersebut?
Dengan postur APBN 70% pusat dan 30% daerah seperti yang ada seperti sekarang ini, maka tatkala terjadi badai fiskal dan moneter, pandemi atau perang, maka secara nasional juga akan terdampak, karena "pondasi negara" yakni daerah-daerah begitu rapuh, karena sangat bergantung dari APBN yang 30% tersebut, pun andai daerah-daerah tersebut merupakan daerah penghasil.
Jika kita kembali kepada konstitusi kita dan tujuan berbangsa dan bernegara, sudah sangat jelas sekali bahwa dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan "....untuk memajukan kesejahteraan umum...." bukan kesejahteraan mayoritas atau kesejahteraan minoritas, melainkan kesejahteraan bersama, bukan pula khusus untuk pendudknya yang banyak seperti provinsi-provinsi di pulau jawa, karena jika sumber APBD berasal dari faktor pengali dengan jumlah penduduk maka daerah-daerah yang penduduknya relatif kecil tidak akan pernah bisa maju menyusul saudara-saudaranya yang memiliki jumlah penduduk besar, meskipun daerah tersebut adalah daerah penghasil devisa bagi negara.
Kebutuhan Dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah di provinsi Papua Barat tentu berbeda dengan Kalimantan Timur, dan pastinya juga berbeda dengan di Jakarta. Selain "Kebutuhan Dasar" pemerintahan daerah, UUD 1945 pasal 33 Ayat 3 juga menyatakan hal senada yakni "(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat." .
Makna "... sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat..." jika dijadikan persamaan Matematika maka rumusannya adalah Rakyat > Pemerintah atau Daerah > Pusat atau porsi APBN untuk Daerah adalah 70% dan porsi untuk Pusat adalah 30%, atau paling tidak 50% + 1 untuk Daerah dalam bentuk APBD. Ini adalah rumus sederhana untuk menjaga NKRI, ini pula rumus sederhana untuk menjaga mikro dan makro ekonomi.
Rakyat yang sesungguhnya ada di daerah, bukan di pusat, sehingga sangat wajar sekali daerah memperoleh porsi dan bagian yang lebih untuk mereka bisa membangun daerahnya. Dengan demikian akan ada 34 provinsi yang akan bisa membangun seperti Jakarta. Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 18 ayat 5 (amandemen ke-dua) terkait otonomi yang seluas-luasnya yakni "(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat."
Jadi ide/gagasan Isran Noor yang menguasai lebih dari 5 bahasa asing tersebut, bukan hanya semata untuk kepentingan Provinsi Kalimantan Timur semata, melainkan untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia, untuk kepentingan Pemerintah Daerah lainnya agar dapat segera membangun. Kenaikan APBD hingga 2X lipat tersebut tidak hanya untuk daerah penghasil, melainkan juga untuk daerah-daerah yang dianggap miskin dengan sumber daya alam. Inilah makna dan aplikasi sila ke-Lima Pancasila yakni "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Jika APBN 30% (pusat) - 70% (daerah) bisa direalisasikan, maka Indonesia akan memiliki 34 daerah pertumbuhan baru selain Jakarta, karena 46% (dari 73%) APBN yang tadinya ada di pusat, akan dapat di redistribusi ke daerah-daerah dan masuk kedalam APBD. Sehingga Pemda bisa membangun, BUMD-BUMD bisa menjadi mesin-mesin produksi, menciptakan peluang dan lapangan kerja serta pemerataan pembangunan di seluruh penjuru NKRI. Semua sektor di daerah akan bertumbuh, mulai dari pendidikan hingga ekonomi kreatif.
PROPOSAL KEDUA yang dilontarkan Isran Noor untuk Indonesia 2024 adalah gagasan terkait Restorasi Undang-Undang Dasar yang pernah disampaikannya dihadapan civitas akademika Universitas Hasanuddin - Makassar dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Provinsi Kalimantan Timur sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) yang disampaikannya dalam Kuliah Umum pada Kamis, 26 Januari 2022.
Restorasi Undang-Undang Dasar yang dimaksud terkait dengan revisi sebagian atau mengembalikan UUD kepada asal khususnya terkait dengan bagaimana restorasi/mengembalikan posisi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu menjadi Lembaga Tertinggi Negara dimana struktur keanggotaannya tidak seperti yang berlaku saat ini melainkan atas dasar keterwakilan wilayah, bukan keterwakilan penduduk atau representasi jumlah penduduk.
Mungkinkah Indonesia berkeadilan 2024?
Mari kita tunggu adakah kesamaan pandangan dan harapan dengan partai politik dan penguasa yang ada saat ini terkait bagaimana menjaga dan merawat NKRI melalui proposal perubahan yang ditawarkan tersebut.
Penulis,
Fathur Rachim (Ketua Umum HIPPER Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar